Para Pelamar CPNS Minta Revisi Sistem Passing Grade SKD CPNS Melalui Petisi Online
Para Pelamar CPNS Meminta Sistem Passing Grade SKD CPNS untuk di Revisi Melalui Petisi Online. Hal itu se jalan dengan adanya penerimaan CPNS yang menggunakan kriteria Passing Grade (PG) pada kelulusan ujian online SKD, yang seharusnya mereka mendapatkan point tinggi, akan etapi terjegal pada masalah passing grade, apalagi pada SOAL TKP yang passing gradenya terlalu tinggi sehingga passing grade dianggap kurang efektif untuk sistem penerimaan yang seperti ini, sehingga perlu adanya untuk perbaikan peraturan dalam penerimaan CPNS yang lebih baik dengan kebijakan baru yang lebih manusiawi, sejalan dengan itu semua masih ada waktu untuk memperbaharui kebijakaan tersebut selagi masih berlangsungnya seleksi CPNS dan masih blm ada ketetapan untuk kelulusan ke tahap selanjutnya pada Seleksi Kompetensi Bidang ( SKB). Bagi anda yang mendukungnya silahkan untuk mendukung pada link berikut ini:
https://www.change.org/p/dukung-tinjau-dan-revisi-sistem-passing-grade-skd-tkd-cpns-2018?
Sistem Passing grade ini sudah ditetapkan pada Peraturan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Permen PANRB) Nomor 37/2018 terkait dengan Nilai Ambang Batas SKD Pengadaan CPNS Tahun 2018, Sehingga para peserta harus lulus dengan nilai minimal 75 untuk Tes Wawasan Kebangsaan (TWK), 80 Tes Intelegensia Umum (TIU), dan 143 untuk Tes Karakteristik Pribadi (TKP).
Apabila dalam pelaksanaanya ada peserta yang tidak tidak memenuhi passing grade, meskipun pointnya besar maka akan otomatis tidak lolos dalam ujian SKD. Apakah itu yang terbaik? Mari kita cek..
Passing grade ini tergolong tidak adil, karena mereka-mereka yang sudah berjuang mati-matian untuk belajar akan memiliki akumulasi nilai yang lebih tinggi, sedangkan peserta yang nilainya sesuai dengan ambang batas bisa lolos dan masuk ke ujian tahap selanjutnya akan tetapi okelah tidak mengapa mungkin tujuanya agar menghasilkan CPNS yang memiliki kecerdasan yang seimbang antara satu bidang dan bidang lainya.
Tapi yang jadi masalah adalah tingkat nilai ambang batas yang terlalu tinggi, dan komposisi antara TWK, TIU dan TKP yg dinilai tdk ideal, terutama di TKP banyak yg berguguran. Passing Grade pada TKP kurang ideal yang seharusnya rata-rata 7 atau nilai berapa sekarng menjadi rata-rata 8. Soal TKP apakah sudah melalui uji validitas reliabilitas ? ” tanya pakar statistik.
hal tersebut terbukti di beberapa daerah yang telah menyelesaikan Tes TKD yang jumlah kelulusanya jauh dari kuota yg dibutuhkan, boro-boro 3 kali jumlah kuota formasi. beberapa contoh yang telah melalukan tes TKD:
1. –Pemerintah kabupaten Banyumas kuota formasi 729, yang lulus TKD 211 . (peserta gagal 4.761)
2. –Pemerintah Kabupaten Lampung Utara, kuota 332 yang lolos TKD cuma 78
3. –Pemerintah Kabupaten Sragen Kuota: 505 lowongan, lolos TKD 121 orang (Peserta ikut tes: 2.839)
4. –Pemerintah Kabupaten Meranti Formasi kuota 250, yang lolos TKD 38.
5. –Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Konawe Kepulauan (Konkep), Sulawesi Tenggara (Sultra) kuota formasi 337, lulus TKD 20 (peserta gagal 1.916)
6.–Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Konawe Selatan (Konsel), Sulawesi Tenggara (Sultra) Fromasi dibutuhkan 150 peserta yang lulus 22 (peserta gagal 1.661 )
7.– Pemerintahan Kabupaten Kepulauan Meranti formasi dibutuhkan 225 yang lulus 38 (peserta gagal 2.704)
8.–Kabupaten Luwu kuota Formasi 250, yang lulus TKD 35, ( jumlah peserta ikut seleksi 3.025)
9.—Sekretariat Jenderal dan Badan Keahlian DPR RI , kuota 131 formasi, yang lulus TKD hanya 12 persen sampai 14 persen
10.–Kabupaten Karangasem Bali seratus persen tidak lolos (Kuota Formasi 202, peserta tes seleksi 2.814) ref. TKD http://www.balipost.com/news/2018/10/23/59345/CPNS-di-Karangasem,Seratusan-Peserta…html
(info update data sementara)
Mengacu pada kasus2 diatas maka untuk mendapatkan seleksi yang lebih proporsional jelas sulit dilakukan, padahal bobot TKD hanya 40 persen, sementara Seleksi Kompetensi Bidang (SKB) bobotnya 60 persen. namun dg ketentuan batas TKD tersebut saja banyak kuota yang tak terpenuhi maka bagaimana akan melakukan SKB yang harapanya 3 kali jumlah kuota. padahal SKB jauh lebih penting untuk megukur kemampuan atas profesi yang akan dijalankan sbg PNS kelak, karena bisa jadi TKD tidak tinggi tapi kompetensi Bidangya bagus.
oleh karenanya diharapkan ada perubahan sistem, diantaranya manakala TKD tidak terpenuhi 3x jumlah formasi (1:3) maka bisa menggunakan sistem rangking 1-3. hal ini dinilai lebih adil dan tidak membuang2 anggaran, dg menyeleksi TKD lagi dan lagi yg tentunya pelamarnya juga itu2 juga.
Adapun untuk yang telah lolos passing grade TKD, bisa diposisikan dengan poin plus (tambahan poin) dalam perangkingan dengan tambahan skor tersendiri (misalkan yg tembus PG dapat tabungan poin 10) dibanding yang nilai lebih tinggi tapi tidak lolos PG, dan itu cukup adil. Namun hasil akhir tetap mengacu pada akumulasi gabungan TKD dan SKB dimana poin TKD adalah 40% dan SKB 60%.
Dengan demikian kebutuhan formasi CPNS dapat terpenuhi secara efektif dan efisien, sehingga tidak kosong dan pemerintah tidak perlu mengulang setahun lagi untuk mnggelontorkan dana seleksi CPNS pada formasi dan kuota yg sama dengan anggaran berbeda, terlebih kebutuhan formasi adalah sesuatu yang secepatnya harus ada.